You could put your verification ID in a comment Or, in its own meta tag Or, as one of your keywords

Rabu, 15 Februari 2012

16 Februari 2012

Saat rasa ragu mencoba membelenggu mimpi dan melunturkan harap ini. Lagi-lagi sisi dunia yang lain menginginkan aku untuk tetap bertahan. Mereka menginginkan aku untuk percaya bahwa tidak ada kemustahilan selama mentari pagi masih bertengger di ufuk timur. Mereka mencoba meyakinkan bahwa rasa jenuh dalam menunggu adalah seni dalam menanti saat terbaik. Saat aku berkata,” aku tidak tahan lagi”. “Lebih cepat lebih baik,” kataku. Dengan tenang mereka menjawab,”kau ingin yang lebih baik atau ingin yang terbaik?”” Aku ingin sesuatu yang baik tapi aku lebih mengharapkan yang terbaik”.” Kalau begitu genggam kesabaran dalam hatimu sampai kamu menemukan waktu yang paling tepat.”
Kemudian aku ikuti apa yang dikatakan dunia itu. Lagi dan terus lagi aku menekan hati ini dengan logika. Mencoba menghibur kegalauan diri sendiri dengan memimpikanmu. Sempat terpikir takut jikalau hati yang memang sudah membatu ini semakin mengeras. Tapi kemudian muncul keyakinan dalam hati ini yang mengatakan bahwa nanti kau akan mengajari ku bagaimana melunakkan hati ini dengan hangatnya kasihmu.
Mengukir di atas batu memang lebih sulit. Tetapi juga lebih kekal. Prinsip itu yang coba kupegang untuk melawan setiap kejemuan yang coba mengusik kesabaranku.
Terkadang persimpangan jalan pun terlihat begitu indah dan menggoda hati untuk berpindah jalur. Tapi kemudian ada lagi yang mengingatkan, kau sudah berjalan sejauh ini, apa kau ingin menyerah begitu saja?? Jalan ini sudah kau tahu arahnya dan sudah kau kenal seberapa jauh jaraknya. Lalu kau mau mencoba berpindah ke jalan lain berharap mendapat jarak yang dekat?? Tidak ada hal baik yang bisa diperoleh terlalu mudah.
Merenungkan hal itu menyebabkan banyak pertarungan dalam diri ini. Bukan hanya logika lawan hati, logika lawan logika dan hati lawan hati pun ada. Ah, banyak sekali sisi dalam diri ini. Terpecah, terpisah membuat diri ini semakin resah. Aku berharap dengan hadirnya dirimu mampu menjadi sesuatu yang membuat diri ini utuh. Kau perlu tahu, aku tidak mengejarmu dan juga tidak memintamu menghampiriku. Aku hanya berdoa semoga jiwa kita bisa menyatu.

Senin, 13 Februari 2012

KEESOKAN HARINYA

Sengaja aku terbangun lebih awal pagi ini berharap embun yang turun pagi ini mampu melunturkan rasa rindu padamu yang semakin bergumpal dalam hati. Tapi apa daya, embun hanya mampu menyapu debu yang melekat di dedaunan. Masih tetap saja belum mampu melepaskan belenggu rindu dalam hati ini.
Ruang khayalku ini semakin penuh saja dengan gambaran senyummu. Ya, senyum yang terlalu indah untuk tak dinikmati. Senyum yang tentu saja menggugah semangat siapapun. Senyum yang selalu kau coba bagikan pada semua orang. Ah, seandainya saja aku bisa mengumpulkan senyuman-senyuman untukku sendiri.
Aku tahu, dunia semakin menertawakanku. Aku yang selama ini angkuh dengan hati batuku kini luluh. Hati yang selama ini kubanggakan telah menjadi renyah dan rapuh. Aku bagaikan ranting kecil yang tinggal menunggu saatnya patah diterpa angin dan hujan.
Memang aku butuh sentuhan jemari lembutmu untuk membuatku bersemi kembali. Tetapi, sesungguhnya dengan kamu tahu bahwa jauh di sini ada sebatang ranting kering yang selalu merindukanmu, bagiku itu merupakan anugerah yang terlalu indah untuk tidak disyukuri.
Ya, sinar mentari pagi ini masih belum juga menembus sudut hati yang telah terselimuti bayanganmu. Aku tidak pernah belajar seni memahat, bahkan aku tidak tahu apapun tentang pahat memahat. Tapi aku tidak tahu mengapa tanpa sengaja dalam hati ini terukir nama yang begitu indah. Ya, nama itu adalah namamu. Semakin aku mencoba menghapus ukiran itu, semakin saja ukiran itu bertambah kuat dan indah. Aku menyerah. Akhirnya aku putuskan untuk menjaga dengan baik ukiran yang telah tercipta itu. Sebagai bukti bahwa aku telah mengagumi dan menyayangimu. Mungkin saja kepingan ukiran itu mampu menjadi senjataku untuk menghadapi setiap liku dunia.

11 FEBRUARI 2012

Nadi di kepalaku terasa berdenyut-denyut pertanda ada sesuatu di dalam benak ini yang ingin aku curahkan. Ya, lagi-lagi ingin bercerita tentangmu. Gitar tua yang biasanya setia menjadi tempatku mengadu sedang tidak ada. Akhirnya aku bercerita pada tombol-tombol keyboard ini.
Baru saja tadi aku mendengar suaramu entah untuk keberapa kalinya. Masih saja terdengar indah di telinga ini. Masih saja telinga ini belum puas mendengar kata yang terlontar dari mulutmu. Ah, andai saja aku bisa mendengar suara itu setiap hari.
Tentu saja dunia tidak percaya dengan apa yang kukatakan ini. Mereka pasti akan mengejek dan meragukan rasaku padamu. Mereka pasti berkata, kamu menangis saja tidak bisa, bagaimana hatimu bisa mnyukai orang lain semelankolis itu?
Tapi biarlah dunia berkata apa. Kuyakinkan berapa kalipun mereka tidak akan percaya. Maka dari itu tidak mau bercerita pada mereka. Aku lebih memilih menjadi orang bodoh yang bercerita pada benda mati. Pilihan itu kuambil karena Cuma mereka yang bersedia menjadi pedengar yang baik untuk ceritaku tentangmu. Ya walaupun tanpa komentar sedikitpun. Tapi begitu lebih baik dari pada aku mendengar komentar ketidak percayaan.
Saat-saat mendengar suaramu itu adalah saat-saat yang selalu aku rindukan baik siang ataupun malam. Memang benar kalau kamu diibaratkan laut, mendapatkan airnya setetes saja sudah cukup membuat aku bahagia.
Ya, untuk kesekian kalinya aku mengakui kalau aku memang jatuh cinta padamu. Mungkin terdengar melankolis dan terkesan terlalu berlebihan. Tapi apa lacur, memang begitu yang sebenarnya terjadi. Aku tidak tahu apa lagi kata yang lebih tepat dan lebih sopan yang bisa mewakili apa yang sebenarnya sedang terjadi. Aku terlanjur dapat melihat sesuatu dari kamu yang tidak bisa dilihat orang lain.Mungkin orang lain juga bisa melihat dan mengetahuinya. Tapi mereka tidak pernah bisa merasakan betapa istimewanya sesuatu itu seperti yang aku rasa.
Sebenarnya aku tidak berani terlalu berharap kamu merasakan hal yang sama seperti yang aku raasa ini. Tapi dalam hati ini ingin setidaknya kamu tahu apa yang sedang aku rasa ini.
Ah, kamu memang terlalu sempurna buatku. Tidak akan ada habisnya jika aku bercerita tentang keindahanmu. Atau aku yang terlalu mengagumimu?? Ah tidak tahu lah. Lebih baik kembali merenung, memimpikan dan berkhayal tentangmu. Sembari berharap dan berdo’a semoga mimpi itu dapat terwujud menjadi nyata.